Kekaisaran Mongolia adalah kekaisaran kedua terbesar dalam sejarah dunia, hanya dikalahkan oleh Imperium Britania, menguasai sekitar 33 juta km² pada puncak kejayaannya, dengan perkiraan penduduk sebanyak di atas 100 juta orang dan menjadi yang paling kuat di antara semua kekaisaran abad pertengahan
Sejarah berdirinya Kekaisaran Mongolia
Kekaisaran Mongolia didirikan oleh Jenghis Khan pada tahun 1206 sesudah mempersatukan Suku-suku Mongolia yang saat itu sering berselisih di antara sesama dan memulai banyak penaklukan di seluruh benua Eurasia yang dimulai dengan penaklukan Dinasti Xia Barat di Cina Utara dan Kerajaan Khawarezmia di Persia. Pada puncaknya, Kekaisaran Mongolia menguasai sebagian besar wilayah Asia Tenggara ke Eropa tengah. Selama keberadaannya, Mongolia melakukan pertukaran budaya antara Timur, Barat dan Timur Tengah sekitar abad ke-13 dan 14.
Kekaisaran Mongolia dipimpin oleh Khagan (Khan Agung keturunan Jenghis Khan) secara turun-temurun. Sesudah kematian Jenghis Khan, Kekaisaran Mongolia pada dasarnya terbagi menjadi empat bagian yaitu; Dinasti Yuan (Cina), Ilkhanate (Persia), Chagatai Khanate (Asia Tengah), dan Golden Horde (Rusia). Semua wilayah pembagian itu dipimpin oleh keturunan Jenghis Khan.
Antara tahun 960 hingga 1279, Tiongkok dikuasai oleh beberapa dinasti. Pada tahun 960, Dinasti Song (960-1279) yang beribu kota di Kaifeng menguasai sebagian besar Tiongkok dan mengawali suatu periode kesejahteraan ekonomi. Wilayah Manchuria (sekarang dikenal dengan Mongolia) dikuasai oleh Dinasti Liao (907-1125) yang selanjutnya digantikan oleh Dinasti Jin (1115-1234). Sementara itu, wilayah barat laut Tiongkok yang sekarang dikenal dengan provinsi-provinsi Gansu, Shaanxi, dan Ningxia dikuasai oleh Dinasti Xia Barat antara tahun 1032 hingga 1227.
Antara tahun 1279 hingga tahun 1368, Tiongkok dikuasai oleh Dinasti Yuan yang berasal dari Mongolia dan didirikan oleh Kublai Khan. Dinasti ini menguasai Tiongkok setelah berhasil meruntuhkan Dinasti Jin di utara sebelum bergerak ke selatan dan mengakhiri kekuasaan Dinasti Song. Dinasti ini adalah dinasti pertama yang memerintah seluruh Tiongkok dari ibu kota Beijing. Sebelum invasi bangsa Mongol, laporan dari dinasti-dinasti Tiongkok memperkirakan terdapat sekitar 120 juta penduduk; namun setelah penaklukan selesai secara menyeluruh pada tahun 1279, sensus tahun 1300 menyebutkan bahwa terdapat 60 juta penduduk.[28] Demikian pula pada pemerintahan Dinasti Yuan terjadi epidemi abad ke-14 berupa wabah penyakit pes (Kematian Hitam), dan diperkirakan telah menewaskan 30% populasi Tiongkok saat itu
Menurut ahli sejarah barat R.J. Rummel, diperkirakan sekitar 30 juta orang terbunuh dibawah pemerintahan Kekaisaran Mongolia dan sekitar setengah jumlah populasi Tiongkok habis dalam 50 tahun pemerintahan Mongolia.
WILAYAH INVASI TENTARA MONGOL
Invasi Suriah 1299
Invasi Pulau Jawa 1293
Serangan terhadap Polandia 1287
Invasi Vietnam 1287
Serangan terhadap Bulgaria 1285
Invasi Vietnam 1285
Invasi Kerajaan Champa 1283
Invasi Jepang 1281
Invasi Tiongkok Selatan 1279
Invasi ke Myanmar 1277, 1287
Serangan terhadap Lituania 1275
Serangan terhadap Bulgaria 1274
Invasi Jepang 1274
Invasi Suriah 1259
Serangan terhadap Lituania dan Polandia 1259
Invasi ke Halych-Volynia 1258–1259
Serangan terhadap Vietnam 1258
Invasi Baghdad 1258
Invasi Vietnam 1257
Invasi Korea 1254
Invasi Persia, Suriah dan Mesopotamia 1251–1259
Invasi Korea 1251
Invasi Korea 1247
Invasi Anatolia 1244
Invasi Serbia, Bulgaria, Wallachia 1242
Invasi Polandia, Lituania, Hongaria, Bohemia, Austria 1241
Invasi Ukraina 1240
Invasi Rusia 1237–1238
Invasi Korea 1235
Invasi Korea 1232
Invasi Korea 1231
Invasi India 1222, 1241, 1257, 1292, 1298, 1306, 1327
Invasi Khwarezmia 1218–1220
Invasi Tiongkok Utara 1211–1234
Invasi Tiongkok Barat 1205–1209
Dari luasnya wilayah yang di invasi kekaisaran mongol hanya dua wilayah yang gagal ditaklukan dan bahkan diwilayah atau serangan terhadap kerajaan tersebut membuat tentara mongol kalah dan bahkan di pukul mundur yaitu pada saat invasi dinasti mameluk di mesir dan pada saat menginvasi tanah jawa yang menjadi tonggak awal berdirinya kerajaan Majapahit selain itu tentara mongol juga berhasil dipukul mundur kerajaan Trần Hưng Đạo di vietnam namun perang berakhir dengan kesepakatan vietnam berada di bawah proktetorat mongol
berikut beberapa catatan sejarah invasi pasukan mongol
INVASI PULAU JAWA
Serbuan Yuan-Mongol ke Jawa adalah invasi Kekaisaran Tiongkok-Mongol di bawah Dinasti Yuan ke tanah Jawadwipa (pulau Jawa sekarang). Pada tahun 1293, Kubilai Khan, Khan Agung Kekaisaran Mongol dan pendiri Dinasti Yuan, mengirim invasi besar ke pulau Jawa dengan 20,000[1] sampai 30,000 tentara. Ini adalah ekspedisi untuk menghukum Raja Kertanegara dari Kerajaan Singhasari, yang menolak membayar upeti dan bahkan melukai utusan Mongol.
Kubilai Khan, penguasa Kekaisaran Mongol dan kaisar Dinasti Yuan, mengirim utusan ke banyak negara untuk meminta mereka tunduk di bawah kekuasaannya dan membayar upeti. Men Shi atau Meng-qi (孟琪), salah satu utusannya yang dikirim ke Jawadwipa, tidak diterima dengan baik di sana.[2] Penguasa Kerajaan Singhasari, Kertanagara, tidak bersedia tunduk kepada Mongol. Kertanegara lalu mengecap wajah sang utusan dengan besi panas seperti yang biasa dilakukan terhadap pencuri, memotong telinganya, dan mengusirnya secara kasar.
Kubilai Khan sangat terkejut dengan kejadian tersebut. Pada tahun 1292, dia pun memerintahkan dikirimkannya ekspedisi untuk menghukum Kertanegara, yang dia sebut orang barbar. Berdasarkan naskah Yuan shi, yang berisi sejarah Dinasti Yuan, 20,000-30,000 prajurit dikumpulkan dari Fujian, Jiangxi dan Huguang di Cina selatan, bersama dengan 1,000 kapal serta bekal untuk satu tahun.[3][4] Pemimpinnya adalah Shi-bi (orang Mongol), Ike Mese (orang Uyghur), dan Gaoxing (orang Cina). Jenis kapal yang digunakan tidak disebutkan dalam Yuan shi, tapi kemungkinan adalah kapal besar karena perahu-perahu kecil harus dibuat untuk memasuki sungai di Jawadwipa.
Sementara itu, setelah mengalahkan Kerajaan Sriwijaya di Sumatra pada tahun 1290, Kerajaan Singhasari menjadi kerajaan terkuat di daerah itu. Akan tetapi Jayakatwang, Adipati di Kediri, negara vasal Singhasari, memberontak dan berhasil membunuh Kertanagara. Sebagian besar kerabat dan bekas keluarga kerajaan membencinya. Menantu Kertanegara, Raden Wijaya, diampuni oleh Jayakatwang dengan bantuan wali dari Madura, Arya Wiraraja. Raden Wijaya kemudian diberi tanah hutan di Tarik. Dia membuka hutan itu dan mendirikan sebuah desa di sana. Desa itu diberi nama Majapahit, yang diambil dari nama buah maja di sana yang memiliki rasa yang pahit, sehingga jadilah namanya Majapahit (maja+pahit).
Pasukan Yuan berangkat dari Quanzhou bagian selatan,[5] lalu menyusuri pesisir Dai Viet dan Champa untuk menuju sasaran utama mereka. Negara-negara kecil di Malaya dan Sumatra tunduk dan mengirim utusan kepada mereka, dan komandan Yuan meninggalkan beberapa darughachi di sana. Diketahui bahwa pasukan Yuan sempat berhenti di Ko-lan (Biliton, sekarang Pulau Belitung) pada bulan Januari 1293. Setelah tiba di Jawadwipa (= pulau Jawa) di Pelabuhan Tuban (sekarang di Kabupaten Tuban, Jawa Timur) tanggal 1 Maret 1293, Shi-bi memecah pasukannya, dia mengirim sebagian pasukan pasukan untuk berjalan lewat darat, dan sebagian lainnya menyusuri sungai menggunakan perahu. Berdasarkan Kidung Panji-Wijayakrama, pasukan Yuan kemungkinan sempat menjarah desa Tuban dalam perjalanan mereka.
Ketika pasukan Yuan tiba di Jawadwipa, Raden Wijaya berusaha bersekutu dengan mereka untuk melawan Jayakatwang. Dia memberi pasukan Mongol peta daerahg Kalang. Berdasarkan, Yuan-shi, Raden Wijaya pada awalnya sudah berusaha menyerang Jayakatwang sendirian namun tidak berhasil, sampai kemudian dia mendengar tentang kedatangan pasukan Yuan. Raden Wijaya lalu meminta bantuan mereka. Sebagai balasannya, Raden Wijaya berjanji akan tunduk pada kekuasaan Yuan.
Kisah perang tersebut diceritakan secara singkat dalam Yuan-shi:
…Pasukan dari Daha datang menyerang Wijaya pada hari ketujuh bulan itu, Ike Mese dan Gaoxing datang pada hari kedelapan, beberapa prajurit Daha dikalahkan, sisanya kabur ke pegunungan. Pada hari kesembilan belas, pasukan Mongol bersama sekutu mereka tiba di Daha, bertempur melawan lebih dari seratus ribu prajurit, menyerang tiga kali, membunuh 2.000 orang sambil memaksa ribuan lainnya mundur ke sungai lalu meneggelamkan mereka. Jayakatwang mundur kembali ke istananya …
Setelah Jayakatwang dikalahkan oleh pasukan Mongol, Raden Wijaya kembali ke Majapahit, berpura-pura hendak menyiapkan pembayaran upeti untuk Mongol, dan meninggalkan sekutu Mongolnya berpesta merayakan kemenangan mereka. Shi-bi dan Ike Mese mengizinkan Raden Wijaya kembali ke daerahnya untuk menyiapkan upeti serta surat penyerahan diri, namun Gaoxing tidak menyukai hal ini dan dia memperingatkan dua komandan lainnya. Raden Wijaya kemudian meminta sebagian pasukan Yuan untuk datang ke negaranya tanpa membawa senjata.
Akhirnya, dua ratus prajurit Yuan yang tak bersenjata dan dipimpin oleh dua orang perwira dikirim ke negara Raden Wijaya. Akan tetapi Raden Wijaya dengan cepat memobilisasi pasukannya dan menyergap rombongan pasukan Yuan. Setelah itu Raden Wijaya menggerakkan pasukannya menuju kamp utama pasukan Yuan dan melancarkan serangan tiba-tiba. Dia berhasil membunuh banyak prajurit Yuan sedangkan sisanya berlari kembali ke kapal mereka. Pasukan Yuan mundur secara kacau karena angin muson yang dapat membawa mereka pulang akan segera berakhir, sehingga mereka terancam terjebak di pulau Jawa untuk enam bulan berikutnya. Akibat dari serangan itu, pasukan Yuan kehilangan 3.000 prajurit terbaiknya.
Tiga jenderal Yuan, kehilangan semangat karena terusir dari tanah Jawadwipa dan kehilangan banyak prajurit elit, akhirnya kembali ke Cina bersama sisa pasukan yang selamat. Mengetahui bahwa pasukannya gagal, Kubilai Khan menjadi sangat marah. Dia menghukum Shi-bi dengan 70 cambukan dan menyita sepertiga harta kekayaannya karena kegagalan yang menimpa pasukannya. Ike Mese juga dihukum dan sepertiga harta kekayaannya disita. Sementara Gaoxing mengalami nasib yang berbeda, dia dihadiahi 50 tael emas karena melindungi pasukan dari kehancuran total. Di kemudian hari, Shi-bi dan Ike Mese dimaafkan, dan kaisar mengembalikan reputasi serta harta kekayaan mereka.[7]
Kegagalan ini sekaligus merupakan ekspedisi militer terakhir Kubilai Khan. Sebaliknya, Majapahit kemudian menjadi negara paling kuat pada masanya di Nusantara.
INVASI KEKAISARAN MONGOL KE VIETNAM
Tran Hung Dao terlahir dengan nama Tran Quoc Tuan (陈国峻) di Nam Dinh pada tahun 1228. Ayahnya, Tran Lieu, adalah kakak dari raja Tran Thai Tong. Tidak lama sebelum kelahiran Tran, tahun 1225, terjadi kericuhan politik akibat pergantian dinasti dimana penguasa terakhir Dinasti Ly, Ratu Ly Chieu Hoang menyerahkan tahta pada suaminya, Tran Thai Tong. Keluarga Dinasti Ly menunding bahwa keluarga Tran menyabot tahta dan dalang di balik semua ini adalah paman raja yang juga walinya, Tran Thu Do. Tak lama setelah Dinasti Tran berdiri, Tran Thu Do memaksa Tran Lieu membatalkan pernikahannya dengan istrinya, Putri Thuan Thien (ibu Tran Hung Dao) untuk dinikahkan dengan Raja Tran Thai Tong, dengan tujuan mengukuhkan kedudukan keluarga Tran dalam pemerintahan. Ia juga melakukan pembersihan terhadap keluarga kerajaan Dinasti Ly, banyak dari mereka yang dibunuh atau dibuang ke pengasingan. Tran Lieu, yang sakit hati karena dipaksa menceraikan istrinya, sempat melakukan pemberontakan namun gagal. Ia sudah kehilangan kepala kalau saja adiknya, Raja Thai Thong tidak maju membelanya, ketika Tran Thu Do hendak memenggalnya. Tran Lieu maupun raja menyimpan dendam terhadap paman mereka yang gila kuasa itu, namun mereka tidak bisa berbuat banyak karena tidak memiliki cukup kekuatan untuk melawan. Tran Lieu memilihkan guru-guru terbaik untuk mendidik Tran Quoc Tuan dengan harapan satu hari nanti putranya itu akan menjadi orang besar dan mengembalikan kehormatan keluarganya. Tran Quoc Tuan tumbuh sesuai harapan ayahnya. Bukan saja berbakat dalam bidang sastra, ia juga menggemari dunia kemiliteran. Sejak usia muda, ia telah tertarik pada karya-karya klasik Tiongkok dan menguasai Seni Perang Sun Tzu. Ketika menjelang ajal, Tran Lieu berpesan pada putranya itu agar membalaskan dendamnya terhadap sang wali raja, Tran Thu Do.
Sejak awal abad 13, setelah Genghis Khan menyatukan suku-suku di padang rumput Mongolia, bangsa pengembara itu mulai menjadi momok mengerikan bagi dunia. Tahun 1253, cucu Genghis, Kubilai Khan, yang mendirikan Dinasti Yuan di Tiongkok, berhasil menaklukkan Kerajaan Dali (sekarang Yunnan, Tiongkok). Tahun 1257 ia pernah mengirim pasukan menyerang Vietnam, namun karena kurang persiapan dan tidak terbiasa dengan iklim daerah tropis, mereka akhirnya mundur. Saat itu Tran Hung Dao juga turut berperang melawan musuh, namun perannya belum terlalu menonjol. Setelah tercapai kesepakatan damai, kedua negara tidak saling serang hingga tahun 1284. Saat itu Kubilai mengutus putranya, Pangeran Toghan untuk menginvasi Champa. Juni 1285, Toghan dan pasukannya tiba di perbatasan utara Vietnam dan meminta izin untuk melintas. Permintaan ini ditolak raja Vietnam saat itu, Tran Nhan Tong. Pangeran Toghan marah dan menyerang Vietnam. Mereka berhasil merebut ibukota Thang Long (sekarang Hanoi), namun sebelum kota itu jatuh, pasukan Vietnam telah terlebih dahulu membumihanguskannya sehingga pasukan Mongol tidak mendapat makanan maupun tempat untuk berteduh. Tran Hung Dao bersama beberapa jenderal lainnya mengawal keluarga kerajaan melarikan diri dari pengejaran Mongol. Dalam pelarian yang sulit, mantan raja Tran Thanh Tong (ayah raja Nhan Tong yang telah mundur dan menyerahkan tahta pada putranya) bertanya padanya, “Musuh begitu kuatnya, jika kita terus berperang bukankah akan menyengsarakan rakyat? Tidakkah lebih baik kita meletakkan senjata saja demi menyelamatkan rakyat?” Namun jawab Tran padanya, “Hamba sangat mengerti rasa kemanusiaan Yang Mulia, tapi akan jadi apa tanah leluhur kita ini nanti, dan juga kuil-kuil leluhur kita? Bila Yang Mulia sungguh ingin menyerah, maka potonglah dulu kepala hamba ini!” Tergugah oleh tekad Tran, raja pun memutuskan untuk terus berjuang.
Dalam pelarian itu, Tran mengumpulkan kembali pasukan Vietnam yang tercerai-berai. Di hadapan para prajurit dan milisi itulah Tran menyampaikan pidatonya yang terkenal untuk membangkitkan kembali semangat mereka agar terus berjuang mempertahankan tanah air dan mengusir musuh. Pidato ini bertajuk ‘Panggilan Prajurit’. Semangat tempur pasukan Mongol semakin turun dari hari ke hari. Sepanjang jalan yang mereka lalui mereka hanya mendapati kampung dan sawah yang telah dibakar oleh orang-orang Vietnam sehingga persediaan mereka semakin menipis. Situasi ini bertambah parah dengan iklim wilayah tropis yang menyebabkan penyakit mulai berjangkit di antara mereka. Tran merasa saatnya melakukan serangan balasan telah tiba. Sebagian besar pertempuran terjadi di wilayah perairan sehingga pasukan kavaleri Mongol tidak dapat berfungsi efektif. Kemenangan mulai berpihak pada pasukan Vietnam, mereka memenangkan banyak pertempuran bahkan salah satu komandan Mongol, Sogetu, gugur dalam perang di front selatan. Melihat situasi yang tidak menguntungkan ini, Pangeran Toghan terpaksa menarik mundur pasukannya. Dalam perjalanan pulang, pasukan Mongol masih harus menghadapi serangan sporadis dari suku-suku minoritas di utara seperti Hmong dan Yao.
Tahun 1287, Kubilai Khan kembali mengirim Toghan ke Vietnam untuk membalas kekalahannya dulu. Kali ini dengan pasukan yang jauh lebih besar dari sebelumnya yang terdiri atas infanteri, kavaleri, dan angkatan laut (sumber-sumber sejarah Vietnam menyebutkan pasukan itu berkekuatan 500.000, namun beberapa sumber sejarah barat menyebutkan hanya 70.000 hingga 100.000). Dengan pasukan sebesar itu, pasukan Mongol menguasai babak awal invasi kali ini. Mereka mengalahkan pasukan Vietnam di perbatasan dalam waktu singkat. Angkatan laut Mongol berhasil membinasakan hampir seluruh pasukan di bawah jenderal Tran Khanh Du, sementara pasukan kavaleri di bawah pimpinan Pangeran Ariq Qaya berhasil menduduki Phu Luong dan Dai Than, dua kota strategis di perbatasan Vietnam. Pasukan yang melalui jalur darat dan laut ini bertemu di Van Don. Raja memanggil pulang Tran Khanh Du untuk diajukan ke pengadilan militer atas kegagalannya, namun ia menunda kepulangannya dan mengkonsolidasi sisa-sisa pasukannya di Van Don. Kemudian pasukan kecil itu menyergap dan berhasil mengalahkan armada pengangkut perbekalan di bawah pimpinan jenderal Zhang Wenhu (dari etnis Han, Tiongkok), yang telah lebih dulu tiba di kota itu
Sementara itu Tran Hung Dao juga telah berhasil merebut kembali kota Dai Than. Berita ini membuat pasukan Mongol yang saat itu sedang berbaris menuju Thang Long dilanda kepanikan. Taktik gerilya yang dilancarkan pasukan Vietnam juga sangat membuat mereka kewalahan dan menderita banyak kerusakan. Pasukan Mongol terus maju ke Thang Long menembus segala rintangan itu, namun setibanya di sana sekali lagi kota itu telah ditinggalkan oleh raja. Kedua belah pihak mengalami kalah dan menang silih berganti. Mongol meraih kemenangan di Yen Hung dan Long Hung, sementara Vietnam menang dalam pertempuran laut di Dai Bang. Setelah perang berlarut-larut dan jatuh banyak korban di pihaknya, akhirnya Pangeran Toghan memutuskan untuk mundur. Ia membagi rute lewat jalur darat melalui Noi Bang yang dipimpinnya sendiri sementara angkatan lautnya akan mundur melalui Sungai Bach Dang dipimpin oleh Jenderal Umar (dari kaum Muslim).
Pasukan Mongol tidak pernah menduga bahwa beberapa bulan sebelumnya, Tran Hung Dao telah memerintahkan tentara dan penduduk setempat untuk memasang jebakan di Sungai Bach Dang berupa pancang-pancang kayu raksasa bermata baja yang dipasang di dalam air di beberapa bagian sungai. Ketika melihat kapal-kapal Mongol itu, pasukan Vietnam muncul dengan perahu-perahu kecil memprovokasi mereka hingga mengejar ke daerah jebakan. Ketika gelombang sungai reda, kapal-kapal Mongol pun tersangkut atau bocor tertusuk pancang-pancang besar itu. Tran Hung Dao segera memerintahkan pasukannya menyerbu armada Mongol yang tengah terjebak. Tidak kurang dari 400 kapal berhasil dibakar. Tentara Mongol yang terbunuh dan tenggelam tidak terhitung banyaknya hingga air sungai berubah menjadi merah darah dan dipenuhi mayat. Armada Mongol luluh lantak, komandannya, Jenderal Umar, tertawan. Pasukan darat yang dipimpin Toghan lebih beruntung. Meskipun beberapa kali disergap di Noi Bang, namun mereka dengan susah payah akhirnya berhasil lolos kembali ke Tiongkok dengan memisahkan diri dalam unit-unit kecil.
Setelah berhasil mengusir Mongol, Kaisar Nhan Tong mengirim utusan ke Tiongkok, untuk membicarakan perundingan damai. Dinasti Tran bersedia mengakui supremasi Mongol dan menjadi salah satu negara protektoratnya. Kubilai dengan berat hati menerima negosiasi itu. Hubungan kedua bangsa itu kembali dipulihkan dengan saling mengirim duta masing-masing dan pertukaran tawanan perang. Namun raja merasa enggan melepaskan Umar yang terkenal akan kebengisannya dan telah membantai banyak rakyat Vietnam di wilayah yang pernah didudukinya. Namun menghukum mati juga dikhawatirkan akan merusak proses perdamaian. Untuk itu, Tran Hung Dao mempunyai akal. Umar bersama beberapa tawanan lain dipulangkan dengan kapal yang telah disabotase sehingga di tengah jalan, kapal itu karam dan menenggelamkan penumpangnya. Maka tamatlah riwayat sang penjahat perang yang dibenci bangsa Vietnam itu. Kubilai pun tidak bisa berbuat apa-apa karena peristiwa itu termasuk kecelakaan. Sementara Pangeran Toghan, yang pulang sebagai pecundang, diasingkan ke Yangzhou hingga akhir hayatnya.
Setelah Mongol terusir dari Vietnam, raja menganugerahi Tran gelar kehormatan Hung Dao Dai Vuong (raja agung Hung Dao) atas jasa-jasanya mempertahankan negara dari serangan musuh. Tahun 1300, Tran jatuh sakit, kondisinya makin menurun dari hari ke hari. Raja Tran Anh Tong membesuknya dan meminta nasihat terakhir mengenai apa yang harus dilakukan bila Mongol menyerang lagi sepeninggal Tran. Pada sang raja, Tran menyampaikan strategi terakhirnya, “Bila musuh menyerang seganas api dan angin, tidak sulit untuk menghadapinya, tapi bila mereka menyerang dengan sabar bagaikan ulat sutra menggerogoti daun murbei, tanpa mencari kemenangan instan dan tanpa menjarah rakyat, selain jenderal yang mampu, juga dibutuhkan strategi yang cermat dan matang seperti bermain catur. Dalam hal ini tentara harus bersatu padu, sehati seperti layaknya ayah dan anak dalam keluarga. Rakyat juga harus diperlakukan dengan baik sehingga perjuangan memiliki dasar yang kokoh hingga lapisan bawah”. Tran Hung Dao, pahlawan besar yang pernah menyelamatkan negerinya dari musuh itu, akhirnya menutup mata dengan tenang pada usia 73 tahun. Ia menolak ketika raja dan rakyat hendak memakamkannya dengan upacara yang megah di mausoleum yang indah. Sesuai wasiatnya, jenazahnya dikremasi lalu abunya ditaburkan di bawah pohon ek yang ditanamnya di kediaman keluarganya di pinggiran kota Thang Long.
Tran Hung Dao dengan strateginya yang gemilang berhasil mengalahkan pasukan Mongol yang sangat ditakuti di dunia saat itu, padahal di pihaknya Tran hanya memiliki pasukan Vietnam yang persenjataannya kalah modern dibanding lawan, ditambah dengan para milisi sukarelawan yang bersenjatakan seadanya saja. Tran menutupi segala kekurangan itu dengan taktik serangan kilat serta taktik ‘pukul dan kabur’. Ia juga sangat menguasai geografi setempat sehingga mampu mengambil keuntungan dari kondisi alam Vietnam yang didominasi hutan-hutan lebat dan sungai yang merupakan medan yang tidak cocok bagi pasukan kavaleri. Strategi-strateginya ini dituangkan dalam risalah-risalahnya yang menjadi referensi militer yang berharga hingga masa kini.
Keberhasilan Tran menghalau Mongol menjadikan Vietnam sebagai negara kedua di timur jauh, setelah Jepang, yang sanggup bertahan dari serangan Mongol. Kemenangan itu sekaligus merupakan salah satu prestasi militer terbesar dalam sejarah dunia. Patriotismenya terus menginspirasi bangsa Vietnam dari generasi ke generasi. Hingga kini di Vietnam terdapat banyak kuil dan patung yang didirikan untuk mengenangnya. Hampir semua kota-kota besar di sana memiliki jalan yang memakai namanya. Pada tahun 1960-an, Bank Vietnam menerbitkan uang kertas 500 Dong dengan gambar wajah Tran
INVASI MONGOL KE JEPANG
Invasi Mongolia ke Jepang (元寇 Genkō?) tahun 1274 dan 1281 adalah invasi dan penaklukan yang dilancarkan oleh Kublai Khan untuk merebut Jepang setelah kapitulasi Goryeo. Meskipun gagal, usaha invasi ini penting dalam makro-sejarah, membatasi ekspansi Mongol
Invasi ke tanah Jepang dilakukan jauh sebelum invasi ke kerajaan di Asia Tenggara. Invasi ini berlangsung dua kali. Invasi pertama dilakukan pada tahun 1274 dimana pasukan Mongol bergabung dengan pasukan Korea (pada umumnya budak) mendarat di teluk Hakata. Ribuan pasukan yang berangkat dari Pusan (Korea) melewati pulau Tsushima dan Iki dengan mudah. Namun pada saat mereka hendak mencapai tanah Jepang, mereka diserang oleh badai Tsunami yang menghancurkan pasukan serta pangan mereka hingga tiga per empatnya. Pasukan yang mendarat di teluk Hakata tidak memiliki pangan dan senjata yang cukup untuk melawan pasukan Jepang. Mereka dihancurkan oleh pasukan Samurai. Kaisar Jepang memerintahkan pasukan China untuk dibebaskan karena mereka adalah penduduk dari Tang (kerajaan China pada zaman dinasti Tang mempunyai hubungan baik dengan Jepang). Sedangkan pasukan Mongolia dan Korea semuanya dihukum penggal. Pasukan Mongol yang dikirim ke Jepang itu berupa gabungan dari tentara Mongolia sendiri dan budak-budak dari China dan Korea.
Pada tahun 1281 ratusan ribu pasukan Mongol mendarat untuk kedua kalinya ditanah Jepang. Pasukan Samurai Jepang saat itu tidak mengerti dengan taktik perang Mongol. Menurut tradisi Jepang, sebelum perang dimulai, mereka harus mengadakan duel (satu lawan satu) antar panglima diatas kuda untuk mengukur kekuatan dan semangat lawan. Namun pada saat itu, tidak ada orang yang bisa berbicara bahasa Mongol dari jajaran pasukan Jepang. Pasukan Mongol sendiri tidak mengerti bahasa Jepang. Sehingga pada saat tantangan duel diteriakkan, ribuan pasukan Mongol maju menyerang secara membabi buta. Pasukan Samurai juga menderita oleh serangan Mongol yang berupa hujan anak panah. Secara tradisi pasukan Samurai berperang dengan memanah musuh secara akurat tidak seperti Mongol yang memanah musuh secara membabi buta dan dengan jumlah yang besar. Pasukan Mongol juga menggunakan "senjata guntur" (bom) untuk menghancurkan jajaran pasukan Samurai. Senjata guntur itu pertama kali diciptakan oleh kerajaan China. Senjata itu terbuat dari tanah liat dan dengan bentuk bola yang besar. Di dalam tanah liat tersebut diisi penuh dengan bubuk mesiu. Kemudian bola tanah liat itu diikat dengan tali dan diayukan kearah musuh. Ledakan bola tanah liat itu bagaikan guntur dan menakuti jajaran pasukan samurai dan kuda-kuda yang mereka tunggangi.
Setelah perang dimenangkan, ratusan ribu pasukan Mongol kembali ke perkemahan mereka di daerah pantai serta membakar desa-desa disekitarnya. Pada malam harinya terjadi Tsunami ganda yang menghancurkan perkemahan mereka serta kapal-kapal mereka lebih parah dengan apa yang terjadi pada tahun 1274. Tsunami ganda tersebut dinamakan Kamikaze, yang kemudian nama itu digunakan oleh kerajaan perang sebagai kode tempur dalam perang pasifik pada perang dunia ke 2. Pasukan Mongol yang tersisa sedikit tersebut kemudian dihancurkan oleh pasukan Jepang. Hal itu menandakan akhir invasi Mongol ke Jepang. Beberapa ahli sejarah mengatakan bahwa kaisar Jepang mengakui kedaulatan Mongol serta mengirimkan upeti, hal itulah yang membuat Kubilai Khan puas dan mulai mengarahkan pandangannya ke negeri-negeri di Asia Tenggara (Jawa, Vietnam, Kamboja, dsb).
INVASI MONGOL KE KOREA
Pasukan Mongol memasuki wilayah Korea pada tahun 1216. Pada saat itu hubungan berlangsung baik dikarenakan pasukan Mongol diperintahkan untuk menghancurkan angkatan perang Khitan. Pada saat itu hubungan antar kerajaan Koryo (Korea) dan kerajaan Khitan tidaklah berlangsung baik. Angkatan perang Khitan yang tidak mendapat bantuan pangan dari kerajaan Korea mengambil langkah untuk merebut pangan dari desa-desa di Korea untuk melawan kerajaan Mongolia. Raja Koryo memutuskan untuk bergabung dengan pasukan Mongolia dalam menghancurkan pasukan Khitan. Setelah perang usai, raja Koryo membuat perjanjian damai terhadap kerajaan Mongolia dan mengirim upeti tahunan. Namun upeti tersebut dirampas oleh kawanan perampok dan duta besar Mongolia terbunuh. Hal itu mengakibatkan kerajaan Mongol marah dan mengirim pasukan penghukumnya untuk memasuki wilayah Korea yang kedua kalinya.
Pertempuran terjadi sengit pada tahun 1231. Pasukan Mongol berhasil menawan raja Korea dan mendirikan perkemahan Mongol untuk mengamankan wilayah jajahannya. Kemudian sebagian besar pasukan mereka kembali ke negeri Mongol. Namun perkemahan tersebut diserang oleh para pemberontak. Hal itu menimbulkan invasi ketiga pada tahun 1254 yang mengakhiri hidup kerajaan Korea. Pada tahun 1258 seluruh wilayah Korea berhasil dikuasai oleh kerajaan Mongol. Raja Korea yang kabur ke pulau kecil Cheju, lalu mengawinkan putrinya kepada kerajaan Mongol pada tahun 1273. Pulau itulah yang kemudian dipakai oleh pihak Mongol untuk rencana invasi ke negeri Jepang.
INVASI MONGOL KE ANATOLIA
Selama masa kekuasaan Ögedei, Seljuk di Anatolia menawarkan persahabatan dan upeti kepada Chormaqan.[5] Namun, saat Sultan Kaykhusraw II berkuasa, Mongol mulai menekan sultan agar pergi langsung ke Mongolia menyerahkan sandera, dan menerima darugachi Mongol.
Di bawah kepemimpinan komandan Bayju, tentara Mongol menyerbu Seljuk pada musim dingin 1242-43 dan berhasil merebut kota Erzurum. Sultan Kaykhusraw II segera meminta bantuan dari tetangganya. Kekaisaran Trebizond mengirim bantuan[6] dan beberapa bangsawan Georgia juga turut serta, namun sebagian besar orang Georgia terpaksa bertempur untuk penguasa Mongol mereka.
Pertempuran besar berkecamuk di Köse Dağ pada tanggal 26 Juni 1243. Meskipun jumlah musuh lebih besar,[7] tentara Mongol berhasil mengalahkan tentara Seljuk dan merebut kota Sivas dan Kayseri. Sultan melarikan diri ke Antalya namun terpaksa berdamai dengan Bayju dan membayar upeti kepada Kekaisaran Mongol. Akibat kekalahan Seljuk, Anatolia mengalami kekacauan dan negara Seljuk mengalami disintegrasi. Sementara itu, Kekaisaran Trebizond menjadi vassal Mongol.
INVASI MONGOL KE HUNGARIA
Pertempuran Mohi atau Pertempuran Sungai Sajó, (pada 11 April 1241) adalah pertempuran utama antara Kekaisaran Mongol melawan Kerajaan Hongaria pada masa invasi Mongol ke Eropa. Pertempuran ini terjadi di Muhi, sebelah barat daya Sungai Sajó.
Setelah pertempuran dimenangkan oleh Mongol, tidak ada pasukan besar lain yang mampu menghambat orang-orang Mongol.
Usaha untuk menghalangi tentara Mongol di sungai Donau dari April 1241 hingga Januari 1242 cukup berhasil. Akan tetapi, dalam musim dingin yang tidak biasa, sungai membeku, dan setelah beberapa pertempuran, orang-orang Mongol berhasil menyeberang. Keluarga kerajaan Hongaria melarikan diri dan mencari bantuan negara-negara Eropa lain. Pada tahun 1242, Ögedei Khan wafat, sehingga tentara Mongol akhirnya mundur.
INVASI MONGOL KE BULGARIA
Invasi Mongol ke Bulgaria Volga berlangsung dari tahun 1223 hingga 1236. Pada tahun 1223, setelah menaklukkan tentara Rusia dan Suku Kipchak pada Pertempuran Kalka, tentara Mongol di bawah Jenderal Subutai dan Jebe dikirim ke Bulgaria Volga. Pada titik dalam sejarah pasukan Jenghis Khan dianggap sebagai tak terkalahkan. Namun ternyata pada tahun 1223, orang Bulgar mengalahkan Mongol. Tentara dipimpin oleh Raja Bulgar, Ghabdulla Chelbir, dan termasuk tentara Pangeran Mordvin mengalahkan pasukan Subutais pada tahun 1223 dalam Pertempuran Samara Bend, salah satu yang pertama mengalahkan bangsa Mongol.
Mongol kembali pada 1229 di bawah komando Kukday dan Bubede. Mongol akhirnya mengalahkan Bulgar perbatasan-penjaga di Sungai Ural dan mulai pendudukan Lembah Ural atas. Beberapa tahun kemudian, pada 1232, Kavaleri Mongol menaklukkan bagian tenggara Bashkiria, dan bagian selatan masih diduduki Bulgaria Volga.
Setelah kegagalan mengalahkan secara keseluruhan Bulgaria Volga, bangsa Mongol menyerang lagi pada tahun 1236. Pasukan Mongol yang dipimpin oleh Batu Khan mengepung dan merebut Bilär, Bolghar, Suar, Cükätaw, dan kota-kota lainnya dan istana dari Bulgaria Volga. Banyak penduduk yang dibunuh atau dijual ke perbudakan.
INVASI MONGOL KE INDIA
Kekaisaran Mongol meluncurkan beberapa kali invasi ke anak benua India dari tahun 1221 to 1327. Bangsa Mongol menjadikan Kashmir sebagai negara pengikutnya. Namun kampanye militer Mongol melawan Kesultanan Delhi terbukti tidak berhasil, meskipun Mongil terus-menerus menyerangnya.
INVASI MONGOL KE RUSIA
Pada 1223 tentara Chingis Khan, pendiri Kekaisaran Mongolia, pertama mencapai padang selatan Kievan Rus. Pada Pertempuran Kalka mereka mengalahkan kekuatan gabungan Polovtsy dan Rus ditarik dari Kiev, Chernigov, dan Volynia. Mongol kembali pada 1236, ketika mereka menyerang Bulgar. Pada 1237-1238 mereka melancarkan serangan terhadap Ryazan dan kemudian Vladimir-Suzdal. Pada 1239, mereka menghancurkan kota-kota selatan Pereyaslavl dan Chernigov, dan pada 1240 Kiev ditaklukkan
Keadaan Kievan Rus dianggap telah runtuh dengan jatuhnya Kiev. Tapi Mongol pergi ke selatan Galicia dan Volynia sebelum menyerang baik Hungaria dan Polandia. Pasca penaklukan mereka, para penjajah(mongol) menetap di sekitar datatran rendah Sungai Volga , membentuk bagian dari Kekaisaran Mongol yang umumnya dikenal sebagai Golden Horde . Penggabungan pasukan dengan pangeran Rurikid membuat jalan mereka ke horde untuk memberi penghormatan kepada khan Mongol. Dengan pengecualian Pangeran Michael dari Chernigov, karena telah dieksekusi. khan dikonfirmasi masing-masing pangeran sebagai penguasa di kerajaannya masing-masing . Demikian ia menegaskan disintegrasi Kievan Rus.
Setelah beberapa setengah hati Shirvan dan serangan terhadap Derbend, Mongol memaksa ekspedisi melintasi Kaukasus dan, di 1222, muncul di stepa Rusia Selatan yang telah pulang, sejak pertengahan abad ke-11, ke suku-suku Turki dari Kipchaks atau Cumans. Pada bulan Mei 1222, jenderal Mongol Jebe dan Sube'etei dan 20.000 pasukan kavaleri Mongol mengejar Kypchaks melarikan diri (atau Cumans) dari sisi barat Laut Kaspia ke arah barat laut, ke Kiev. Bangsa Mongol bertemu pasukan gabungan dari Rusia dan Cumans, 30.000 orang, di tepi timur Sungai Dnieper. Beberapa mengatakan bahwa Sube'etei, dengan hanya 2.000 kavaleri Mongol, terpikat Rusia dan Cumans selama sembilan hari menuju Sungai Kalka kecil yang mengalir ke Laut Azov, di mana pasukan kavaleri Mongol utama (penomoran 20.000) sedang menunggu. Di bawah arahan Jebe dan Sube'etei, bangsa Mongol menyerang musuh pada akhir Mei dan menghancurkan sebagian besar pasukan mereka.
Menurut sejarawan Ibnu Arab al-Atsir, kemenangan pertama bangsa Mongol dicapai melalui membagi Kipchak-Alan pasukan gabungan dengan mengacu pada mantan, mengingatkan mereka bahwa Cumans dan Mongol "adalah dari ras yang sama, Alans, namun , tidak berhubungan dengan Anda, "argumen munafik yang, bagaimanapun, Cumans menemukan menarik. Pada Januari 1223 pasukan Mongol memasuki Sudak (Soldaia) pasar utama di Crimea, sebuah koloni Kekaisaran Trebizond, di mana mereka bertemu populasi campuran yang terdiri terutama dari Yunani dan Armenia. Pengkhianatan Cumans 'tidak melunasi sejak, sekarang dipisahkan dari Alans, mereka harus menanggung sendiri beban serangan Mongol.
Kalah, mereka pangeran Koten (Kotien) mengungsi dengan ayah-mertuanya Mistislav dari Halich yang ia memperingatkan dengan mengatakan bahwa Koten berhasil "hari ini mereka (bangsa Mongol) mengambil tanah kami, dan besok mereka akan datang dan mengambil milikmu." membujuk beberapa pangeran Rusia untuk mengambil inisiatif dan memenuhi Mongol sebelum mereka telah mencapai wilayah Rusia.
Mongol mengirimkan utusan sepuluh duta besar untuk menegosiasikan menyerah atau aliansi. Rusia angkuh mengeksekusi mereka semua tanpa kesadaran tentang apa pelanggaran serius terhadap etiket Mongol diplomatik mereka telah melakukan dan apa harga yang tinggi pangeran mereka, dan semua orang Rusia, akan segera membayar untuk kejahatan mereka.
Sikap berani membawa keberhasilan awal untuk pasukan Rusia dan sekutu mereka Cuman, namun itu tidak cukup untuk mencegah bencana di pertempuran utama melawan dekat Kalka sungai (sekarang Kalec, anak sungai kecil dari Kalmius) yang, tergantung pada sumber-sumber kami , terjadi baik pada tanggal 31 atau 16 Juni 1223. Beberapa Rusia, dipimpin oleh Grand Duke dari Kiev, menolak dalam penghematan selama tiga hari sebelum menyerah pada janji bahwa kehidupan mereka akan terhindar. Dia menyerah, dan kondisi patah. Pengawalnya dibantai, dan ia dan dua putranya mertuanya yang lumpuh di bawah papan. Tatar diadakan festival mereka atas tubuh mati (1224).
Forays Mongol terus untuk sementara, mencapai Novgorod di utara dan garis Dnieper di barat. Upaya mungkin setengah hati untuk mengambil Bulghar berakhir dengan kegagalan. Ibn al-Atsir, yang merekam acara tersebut, juga mencatat bahwa selanjutnya Mongol kembali untuk memenuhi Chinggis Khan, mungkin menjelang akhir 1223.
Rupanya kekuatan yang berkumpul untuk memenuhi Mongol itu terdiri dari pasukan dari semua atau sebagian besar kerajaan-kerajaan kecil dan kota-negara kawasan. Bangsa Mongol mulai pertempuran konflik kecil sebelum mundur ke timur. Rusia berpikir bahwa mereka memiliki tangan atas dan diikuti selama hampir dua minggu, di mana saat itu Mongol membawa mereka ke titik yang telah dipilih sebagai memberikan kondisi menguntungkan. Rusia telah mengenakan diri keluar mengejar Mongol dan menjadi tersebar. Mereka menarik diri di garis pertempuran untuk menyerang dan mulai dipukuli buruk. Ada kemungkinan bahwa pada titik ini Mongol ditawarkan istilah menyerah dan Rusia membawa mereka karena mereka tidak punya pilihan lain.
Mongol terus mengejar dan membantai Rusia sepanjang jalan kembali ke Laut Hitam, di mana kampanye dimulai. Dalam kata-kata dari entri Chronicle Novgorod untuk 1224, tentara besar dikirim keluar untuk melawan Mongol, hanya 'kembali kesepuluh setiap rumahnya. "
Adalah penting untuk bangsa Mongol bahwa Rusia memahami hukuman berat untuk membunuh duta besar, dan itu sama pentingnya bagi para pemimpin Mongol untuk menegaskan kembali kepada manusia mereka sendiri sejauh mana mereka akan selalu bersedia untuk pergi untuk membalas pembunuhan tidak adil seorang Mongol.
INVASI MONGOL KE PALESTINA
Serangan Mongol ke Palestina terjadi pada akhir Perang Salib setelah keberhasilan invasi Mongol ke Suriah. Serangan ini terjadi antara tahun 1260 hingga 1300. Serangan Mongol dapat mencapai wilayah Gaza.
Serangan ini dilancarkan oleh bagian kecil tentara Mongol, yang melucuti, membunuh dan menghancurkan wilayah yang diserangnya. Namun, Mongol tidak memiliki keinginan memasukan Palestina kedalam sistem administrasi Mongol, dan beberapa bulan setelah invasi ke Suriah, tentara Mamluk kembali dari Mesir dan merebut kembali wilayah Palestina tanpa perlawanan yang berarti
Akhir kerajaan Mongol
Kerajaan Mongol diakhiri oleh perebutan kekuasaan dan pemberontakan diseluruh jajaran wilayah Mongolia. Setelah kehancuran Dinasti Yuan di China, Kaisar Zhu Yuanzhang dari China mendirikan kerajaan Ming dan memerintahkan untuk mengadakan operasi balas dendam terhadap Mongolia. Ibukota Mongolia diratakan dengan tanah berserta seluruh harta karunnya. Setelah kerajaan Mongolia hancur, sejarah mencatat bahwa hanya dalam 1-2 generasi, rakyat China dan Eropa hilang hubungan dan tidak mengetahui sesamanya. Setelah itu Eropa tidak pernah tahu keberadaan negeri China, dan sebaliknya. Marco Polo yang pulang ke Italia dan memberitakan ekspedisi yang ia alami selama di China, dimana ia melihat vihara yang beratapkan emas, kerajaan yang berlimpah akan makanan dan harta itu, tidak dipercayai oleh orang Eropa. Namun ada seseorang yang percaya akan legenda yang diceritakan oleh Marco Polo. Ia adalah Columbus, yang mengadakan pelayaran untuk mencari dunia yang diceritakan oleh Marco Polo, dan akhirnya mendarat di benua baru yang dinamakan benua Amerika.
Best eCOGRA Sportsbook Review & Welcome Bonus 2021 - CA
BalasHapusLooking https://deccasino.com/review/merit-casino/ for an https://deccasino.com/review/merit-casino/ eCOGRA Sportsbook Bonus? At this eCOGRA Sportsbook 도레미시디 출장샵 review, we're talking about 바카라 a https://sol.edu.kg/ variety of ECCOGRA sportsbook promotions.