Instagram

SELAMAT DATANG SAHABAT BLOGER

Sabtu, April 25, 2015

MeTanteiBayoo: Detective Conan TV Special 2014 Subtitle Indonesia...

Hilangnya Edogawa Conan 2
Hari Terburuk Sepanjang Sejarah
klik link berikut
MeTanteiBayoo: Detective Conan TV Special 2014 Subtitle Indonesia...: JUDUL
SINOPSIS - STAFF YANG MENGERJAKAN TRANSLATOR EDITOR...

WORLD'S TALLEST BUILDINGS

Top 10 Tallest Buildings in the World 2014 - Burj Khalifa, Shanghai Tower, Abraj Al-Bait Towers, One World Trade Center and Taipei 101,.
How does this compare with other structures around the world?
1. Burj Khalifa, Dubai: 2,717 ft (828m
2. Shanghai Tower, China: 2,073 ft (632m)
3. Makkah Royal Clock Tower Hotel, Mecca, Saudi Arabia 1,971 ft (601m)
4. One World Trade Center, New York: 1,776 ft (541.3m)
5. Taipei 101, Taiwan: 1,670 ft (501m)

Memahami fenomena Kepribadian Ganda

Mungkin tidak ada orang yang benar-benar bisa memahami masalah kepribadian ganda. Sebelum abad ke-20, gejala psikologi ini selalu dikaitkan dengan kerasukan setan. Namun, para psikolog abad ke-20 yang menolak kaitan itu menyebut fenomena ini dengan sebutan Multiple Personality Disorder (MPD). Berikutnya, ketika nama itu dirasa tidak lagi sesuai, gejala ini diberi nama baru, Dissociative Identity Disorder (DID). DID atau kepribadian ganda dapat didefinisikan sebagai kelainan mental dimana seseorang yang mengidapnya akan menunjukkan adanya dua atau lebih kepribadian (alter) yang masing-masing memiliki nama dan karakter yang berbeda. Mereka yang memiliki kelainan ini sebenarnya hanya memiliki satu kepribadian, namun si penderita akan merasa kalau ia memiliki banyak identitas yang memiliki cara berpikir, temperamen, tata bahasa, ingatan dan interaksi terhadap lingkungan yang berbeda-beda. Walaupun penyebabnya tidak bisa dipastikan, namun rata-rata para psikolog sepakat kalau penyebab kelainan ini pada umumnya adalah karena trauma masa kecil. Untuk memahami bagaimana banyak identitas bisa terbentuk di dalam diri seseorang, maka terlebih dahulu kita harus memahami arti dari Dissociative (disosiasi) Disosiasi Pernahkah kalian mendapatkan pengalaman seperti ini: Ketika sedang bertanya mengenai sesuatu hal kepada sahabat kalian, kalian malah mendapatkan jawaban yang tidak berhubungan sama sekali. Jika pernah, maka saya yakin, ketika mendapatkan jawaban itu, kalian akan berkata "Nggak nyambung!". Disosiasi secara sederhana dapat diartikan sebagai terputusnya hubungan antara pikiran, perasaan, tindakan dan rasa seseorang dengan kesadaran atau situasi yang sedang berlangsung. Dalam kasus DID, juga terjadi disosiasi, namun jauh lebih rumit dibanding sekedar "nggak nyambung". Proses terbentuknya kepribadian ganda Ketika kita dewasa, kita memiliki karakter dan kepribadian yang cukup kuat dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan. Namun, pada anak yang masih berusia di bawah tujuh tahun, kekuatan itu belum muncul sehingga mereka akan mencari cara lain untuk bertahan terhadap sebuah pengalaman traumatis, yaitu dengan Disosiasi. Dengan menggunakan cara ini, seorang anak dapat membuat pikiran sadarnya terlepas dari pengalaman mengerikan yang menimpanya. Menurut Colin Ross yang menulis buku The Osiris Complex (1995), proses disosiasi pada anak yang mengarah kepada kelainan DID terdiri dari dua proses psikologis. Kita akan mengambil contoh pelecehan seksual yang dialami oleh seorang anak perempuan. Proses Pertama: anak perempuan yang berulang-ulang mengalami penganiayaan seksual akan berusaha menyangkal pengalaman ini di dalam pikirannya supaya bisa terbebas dari rasa sakit yang luar biasa. Ia bisa mengalami "out of body experience" yang membuat ia "terlepas" dari tubuhnya dan dari pengalaman traumatis yang sedang berlangsung. Ia mungkin bisa merasakan rohnya melayang hingga ke langit-langit dan membayangkan dirinya sedang melihat kepada anak perempuan lain yang sedang mengalami pelecehan seksual. Dengan kata lain, identitas baru yang berbeda telah muncul. Proses Kedua, sebuah penghalang memori kemudian dibangun antara anak perempuan itu dengan identitas baru yang telah diciptakan. Sekarang, sebuah kesadaran baru telah terbentuk. Pelecehan seksual tersebut tidak pernah terjadi padanya dan ia tidak bisa mengingat apapun mengenainya. Apabila pelecehan seksual terus berlanjut, maka proses ini akan terus berulang sehingga ia akan kembali menciptakan banyak identitas baru untuk mengatasinya. Ketika kebiasaan disosiasi ini telah mendarah daging, sang anak juga akan menciptakan identitas baru untuk hal-hal yang tidak berhubungan dengan pengalaman traumatis seperti pergi ke sekolah atau bermain bersama teman. Salah satu kasus kepribadian ganda yang ternama, yaitu Sybil, disebut memiliki 16 identitas yang berbeda. Menurut psikolog, jumlah identitas berbeda ini bisa lebih banyak pada beberapa kasus, bahkan hingga mencapai 100. Masing-masing identitas itu memiliki nama, umur, jenis kelamin, ras, gaya, cara berbicara dan karakter yang berbeda. Setiap karakter ini bisa mengambil alih pikiran sang penderita hanya dalam tempo beberapa detik. Proses pengambilalihan ini disebut switching dan biasanya dipicu oleh kondisi stres. Tanda dan gejala Penderita gangguan identitas disosiatif memiliki gejala-gejalan sebagai berikut: Depersonalisasi dan derealisasi Penderita mengalami perasaan tidak nyata, merasa terpisah dari diri sendiri baik secara fisik maupun mental. Penderita merasa seperti mengamati dirinya sendiri, seolah-olah mereka sedang menonton diri mereka dalam sebuah film. Penderita merasa tidak mendiami tubuh mereka sendiri dan menganggap diri sebagai orang yang asing atau tidak nyata. Mengalami distorsi waktu, amnesia, dan penyimpangan waktu Penderita kerap kali mengalami kehilangan waktu, dimana kadang-kadang mereka menemukan sesuatu yang tidak diketahuinya, ataupun tersadar disuatu tempat yang tidak dikenal, sementara mereka tidak sadar kapan pergi ketempat itu. Sakit kepala dan keinginan bunuh diri Penderita seringkali merasa sakit kepala, dan mendengar banyak suara-suara dikepalanya (mirip dengan gejala skizofrenia). Beberapa kepribadian mendorongnya untuk melakukan bunuh diri. Fluktuasi tingkat kemampuan dan gambaran diri Berubah-ubahnya kondisi penderita terjadi saat satu kepribadian bertukar dengan kepribadian lain. Misalnya, saat kepribadian A muncul, maka kepribadian tersebut adalah kepribadian yang mempunyai kemampuan berhitung yang bagus. Sementara saat kepribadian lain muncul, kemampuan kepribadian A pun menghilang. Jadi, kemampuannya berubah tergantung dari kepribadian mana yang muncul. Begitu juga dengan gambaran dirinya, berfluktuasi sesuai kehadiran setiap kepribadian. Perilaku menyakiti diri sendiri Kecemasan dan depresi Individu umumnya mengalami kecemasan dan depresi karena berulang kali mengalami hal-hal yang tidak diingatnya. Untuk memahami bagaimana banyak identitas bisa terbentuk di dalam diri seseorang, maka terlebih dahulu kita harus memahami arti dari Dissociative (disosiasi). Penyebab Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan gangguan identitas disosiatif, yaitu: • Kemampuan bawaan untuk memisahkan kepribadian dengan mudah. • Pelecehan seksual pada masa kecil yang berulang. • Kurangnya orang yang melindungi ataupun menghibur dari pengalaman buruk yang dialami. • Pengaruh dari anggota keluarga lain yang memiliki gangguan psikologis. Penyebab utama gangguan identitas disosiatif sebenarnya adalah trauma berkepanjangan yang dialami pada masa kanak-kanak. Trauma tersebut terbentuk akibat beragam penyiksaan dan pelecehan, seperti: penyiksaan dan pelecehan seksual, kekerasan fisik, kekerasan secara psikologis, dan juga ritual-ritual aneh yang menyakiti sang korban (Satanic Ritual Abuse). Teori Psikoanalisa Menurut Teori Psikoanalisa oleh Sigmund Freud, trauma pada masa kanak-kanak adalah kejadian paling berpeluang mengakibatkan gangguan kepribadian seseorang.[15] Pada masa kanak-kanak itulah kepribadian mulai berkembang dan terbentuk.[butuh rujukan] Saat terjadi pengalaman buruk, pengalaman-pengalaman tersebut sebisa mungkin akan di tekan (repress) ke dalam alam bawah sadar.[butuh rujukan] Namun ada beberapa kejadian yang benar-benar tidak bisa ditangani oleh penderita, sehingga memaksanya untuk menciptakan sosok pribadi lainnya yang mampu menghadapi situasi itu.[butuh rujukan] Hal ini merupakan mekanisme pertahanan diri, suatu sistem yang terbentuk saat seseorang tidak bisa menghadapi sebuah kecemasan yang luar biasa.[butuh rujukan] Kepribadian-kepribadian baru akan terus muncul apabila terjadi lagi suatu peristiwa yang tidak bisa teratasi.[butuh rujukan] Munculnya kepribadian-kepribadian itu tergantung pada situasi yang dihadapi.[butuh rujukan] Kepribadian aslinya cenderung tidak mengetahui keberadaan kepribadian lainnya, karena memang hal itu yang diinginkan, yaitu melupakan hal-hal yang telah diambil alih oleh kepribadian lainnya.
Pengobatan Beberapa gejala gangguan identitas disosiatif mungkin akan muncul dan hilang secara fluktuatif, namun gangguannya sendiri akan terus ada.[butuh rujukan] Pengobatan untuk gangguan ini terutama terdiri dari psikoterapi dan hipnosis.[butuh rujukan] Terapis berupaya mengungkap dan menemukan semua kepribadian yang terdapat dalam diri penderita dengan proses hipnosis.[butuh rujukan] Pada saat terhipnosis dan individu masuk ke dalam kondisi ambang, terapis dapat memanggil/ bertemu dengan kepribadian-kepribadian lainnya.[butuh rujukan] Memahami peran dan fungsi masing-masing kepribadian.[butuh rujukan] Terapis akan berusaha untuk membangun hubungan yang baik dan efektif dengan setiap kepribadian dan berusaha untuk menjadi sosok yang dapat dipercaya dan memberikan perlindungan.[butuh rujukan] Setelah mengetahui, memahami, dan memiliki hubungan yang baik dengan setiap kepribadian, proses selanjutnya adalah membuat kepribadian aslinya untuk bisa menerima dan membuka diri kepada kepribadian lainnya.[butuh rujukan] Pada kebanyakan kasus yang terjadi kepribadian asli tidaklah sadar akan keberadaan sosok lain dalam dirinya.[butuh rujukan] Namun, kepribadian-kepribadian lainnya sadar akan keberadaan sosok asli.[butuh rujukan] Lazimnya tujuan akhir terapi adalah untuk mengintegrasikan suatu kepribadian dimana hal ini berhasil untuk kasus Sybil[11] dan Karen[12]. Prosesnya berlangsung dengan menghipnosis individu untuk bisa menerima dan bersatu kembali dengan kepribadian lainnya.[butuh rujukan] Proses ini tidak berjalan dengan mudah, karena setelah penyatuan tersebut individu biasanya akan merasakan kembali hal-hal yang dialami kepribadian lainnya, seperti pengalaman disakiti, dilecehkan, dan juga percobaan bunuh diri.[butuh rujukan] Kembalinya ingatan tersebut membuat masalah baru bagi individu, dan membutuhkan penanganan lainnya.[butuh rujukan] Namun, hal ini tidak berhasil untuk beberapa kasus.[butuh rujukan] Banyak kasus berakhir tanpa penyembuhan.[butuh rujukan] Obat-obatan medis seperti anti-depresan dan anti-psikotik juga kadang-kadang digunakan, untuk mengendalikan pikiran dan perasaan individu agar tetap pada kondisi normal.
Prognosis Prognosis individu dengan gangguan identitas disosiatif tergantung pada gejala dan fitur yang mereka alami.[butuh rujukan] Misalnya, orang yang memiliki tambahan gangguan kesehatan mental yang serius, seperti gangguan kepribadian, gangguan perasaan, gangguan makan, dan gangguan penyalahgunaan zat, memiliki prognosis yang lebih buruk.[butuh rujukan] Sayangnya memang tidak ada penelitian sistematis jangka panjang yang menelitinya.[butuh rujukan] Beberapa ahli percaya bahwa prognosis pemulihan sangat baik untuk anak-anak.[butuh rujukan] Meskipun pengobatan membutuhkan beberapa tahun, sering pada akhirnya efektif.[butuh rujukan] Walaupun dikembalikan lagi pada faktor pasien dan terapisnya.[butuh rujukan] Secara umum memang diketahui bahwa semakin baik pengobatan, maka semakin baik juga prognosisnya.[butuh rujukan] Pasien mungkin mengalami gangguan dari gejala-gejalanya saat memasuki usia empat puluhan.[butuh rujukan] Stres atau penyalah-gunaan zat ??? juga berperan penting dalam kambuhnya simtom-simtom gangguan ini. Sejarah Istilah gangguan identitas disosiatif merupakan sebuah istilah baru, dahulu gangguan ini dikenal dengan gangguan kepribadian majemuk ataupun banyak yang menyebutnya kepribadian ganda, istilah ini lalu diperkenalkan pada tahun 1987.[butuh rujukan] Pada abad ke-18, keahlian para dukun untuk berubah menjadi roh binatang ataupun peristiwa kerasukan dianggap sebagai fenomena seseorang yang mempunyai kepribadian ganda.[butuh rujukan] Kasus Eberhardt Gmelin (1791) dianggap sebagai kasus kepribadian ganda pertama yang dilaporkan, walaupun sebelumnya pernah terjadi peristiwa amnesia yang menyerupai gejala kepribadian ganda yang dilaporkan pada tahun 1664.[butuh rujukan] Pada tahun 1812, Benjamin Rush, yang juga dijuluki sebagai Bapak Psikiatri Amerika, mengoleksi kasus-kasus gangguan disosiatif dan kepribadian ganda.[butuh rujukan] Dia menulis buku psikiatri pertama tentang gangguan kepribadian ganda berjudul "Pertanyaan Medis dan Pengamatan dari Penyakit Kejiwaan" (asli dalam bahasa Inggris: "Medical Inquiries and Observations Upon Disesases of the Mind"), teorinya mengatakan bahwa gangguan kepribadian ganda terjadi karena kerusakan hubungan pada 2 hemisper otak.[butuh rujukan]
Pada akhir abad ke-19, Eugene Azam, seorang profesor bedah tertarik pada hipnosis, menerbitkan sejumlah laporan tentang Felida X, Felida X lahir pada tahun 1843, kehilangan ayahnya pada masa bayi dan masa kanak-kanak hidup dengan pengalaman yang menyakitkan.[butuh rujukan] Felida X memiliki 3 kepribadian dimana kepribadian 1 adalah kepribadian normalnya dan 2 lagi kepribadian lainnya yang abnormal.[butuh rujukan] Pierre Janet melaporkan beberapa kasus kepribadian ganda pada akhir abad ke-19 dan abad ke-20 awal, seperti kasus Leonie, Lucie, Rose, Marie, dan Marceline.[butuh rujukan] Pada era 1880-1920, banyak konferensi medis internasional yang membahas tentang disosiasi.[butuh rujukan] Jean-Martin Charcot memperkenalkan gagasannya tentang disosiatif, dia mengatakan bahwa "gegar" (shock) pada saraf mengakibatkan berbagai kondisi neurologis yang abnormal.[butuh rujukan] Kasus kepribadian ganda pertama yang pernah diselidiki secara ilmiah adalah kasus Clara Norton Fowler pada tahun 1906.[butuh rujukan] Pada tahun 1987, istilah Gangguan Kepribadian Majemuk (Multiple Personality Disorder disingkat MPD) pada DSM II mulai digantikan menjadi Gangguan Disosiatif (Dissociative disorder) pada DSM III.[butuh rujukan] Pada tahun 1989, Frank W. Putnam menerbitkan buku "Diagnosis and Treatment of Multiple Personality Disorder" dan pada tahun yang sama Colin A. Ross mencatat dan menerbitkan penelitian Gangguan Kepribadian Majemuk: Diagnosis, Ciri-ciri Klinis, dan Pengobatannya (judul asli dalam bahasa Inggris:"Multiple Personality Disorder: Diagnosis, Clinical Features, and Treatment".)[butuh rujukan] Era baru dimulai kembali pada tahun 1994 saat diterbitkannya DSM-IV gangguan ini berganti nama menjadi Gangguan Identitas Disosiatif (Dissociative Identity Disorder). [10] Di Indonesia istilah-istilah ini menjadi lebih dikenal semenjak diterbitkan buku yang diangkat dari kisah nyata dan menjadi banyak terjual (best-seller) pada tahun 2000an.[butuh rujukan] Buku yang bercerita tentang penderita-penderita gangguan identitas disosiatif diantaranya: Sybil, Karen ,dan Billy. Kasus Sybil Isabel Dorsett Salah satu kasus paling terkenal dalam hal kepribadian ganda adalah kasus yang dialami oleh Shirley Ardell Mason. Untuk menyembunyikan identitasnya, Cornelia Wilbur, sang psikolog yang menanganinya dan menulis buku mengenainya, menggunakan nama samaran Sybil Isabel Dorsett untuk menyebut Shirley. Dalam sesi terapi yang dilakukan oleh Cornelia, terungkap kalau Sybil memiliki 16 kepribadian yang berbeda, diantaranya adalah Clara, Helen, Marcia, Vanessa, Ruthi, Mike (Pria), Sid (Pria) dan lain-lain. Menurut Cornelia, 16 identitas yang muncul pada diri Sybil berasal dari trauma masa kecil akibat sering mengalami penyiksaan oleh ibunya. Kisah Sybil menjadi terkenal karena pada masa itu kelainan ini masih belum dipahami sepenuhnya. Bukunya menjadi best seller pada tahun 1973 dan sebuah film dibuat mengenainya. Namun, pada tahun-tahun berikutnya, keabsahan kelainan yang dialami Sybil mulai dipertanyakan oleh para psikolog. Menurut Dr.Herbert Spiegel yang juga menangani Sybil, 16 identitas yang berbeda tersebut sebenarnya muncul karena teknik hipnotis yang digunakan oleh Cornelia untuk mengobatinya. Bukan hanya itu, Cornelia bahkan menggunakan Sodium Pentothal (serum kejujuran) dalam terapinya. Dr.Spiegel percaya kalau 16 identitas tersebut diciptakan oleh Cornelia dengan menggunakan hipnotis. Ini sangat mungkin terjadi karena Sybil ternyata seorang yang sangat sugestif dan gampang dipengaruhi. Apalagi ditambah dengan obat-obatan yang jelas dapat membawa pengaruh kepada syarafnya. Kasus ini mirip dengan penciptaan false memory dalam pengalaman alien abduction yang pernah saya posting sebelumnya. Pendapat Dr.Spiegel dikonfrimasi oleh beberapa psikolog dan peneliti lainnya. Peter Swales, seorang penulis yang pertama kali berhasil mengetahui kalau Sybil adalah Shirley juga setuju dengan pendapat ini. Dari hasil penyelidikan intensif yang dilakukannya, ia percaya kalau penyiksaan yang dipercaya dialami oleh Sybil sesungguhnya tidak pernah terjadi. Kemungkinan, semua ingatan mengenai penyiksaan itu (yang muncul karena sesi hipnotis) sebenarnya hanyalah ingatan yang ditanamkan oleh sang terapis, Cornelia Wilbur. Jadi, bagi sebagian psikolog, DID tidak lain hanyalah sebuah false memory yang tercipta akibat pengaruh terapi hipnotis yang dilakukan oleh seorang psikolog. Tidak ada bukti kalau pengalaman traumatis bisa menciptakan banyak identitas baru di dalam diri seseorang.
Menurut Dr.Philip M Coons: "Hubungan antara penyiksaan atau trauma masa kecil dengan Multiple Personality Disorder sesungguhnya tidak pernah dipercaya sebelum kasus Sybil" Pengetahuan mengenai kepribadian ganda banyak disusun berdasarkan kasus Sybil. Jika kasus itu ternyata hanya sebuah false memory, maka runtuhlah seluruh teori dissosiasi dalam hubungannya dengan kelainan kepribadian ganda. Ini juga berarti kalau kelainan kepribadian ganda sesungguhnya tidak pernah ada. Perdebatan ini masih terus berlanjut hingga saat ini dan saya percaya kedua pihak memiliki alasan yang sama kuat. Jika memang DID benar-benar ada dan hanya merupakan gejala psikologi biasa, mengapa masih ada hal-hal yang masih belum bisa dijelaskan oleh para psikolog? Misteri Dalam DID Misalnya, ketika sebuah identitas muncul, perubahan biologis juga muncul di dalam tubuh sang pengidap. Kecepatan detak jantungnya bisa berubah, demikian juga suhu tubuhnya, tekanan darah dan bahkan kemampuan melihat. Lalu, identitas yang berbeda bisa memiliki reaksi yang berbeda terhadap pengobatan. Kadang, pengidap yang sehat bisa memiliki identitas yang alergi. Ketika identitas itu menguasainya, ia benar-benar akan menjadi alergi terhadap substansi tertentu. Lalu, misteri lainnya adalah yang menyangkut kasus Billy Milligan yang dianggap sebagai kasus DID yang paling menarik. Kisah hidupnya pernah dituangkan ke dalam sebuah buku berjudul "24 wajah Billy". Billy adalah seorang mahasiswa yang dihukum karena memperkosa beberapa wanita. Dalam sesi pemeriksaan kejiwaan, ditemukan 24 identitas berbeda dalam dirinya. Identitas yang mengaku bertanggung jawab atas tindakan pemerkosaan itu adalah seorang wanita. Identitas lain bernama Arthur yang merupakan orang Inggris dan memiliki pengetahuan luas.
Dalam interogasi, Arthur ternyata bisa mengungkapkan keahliannya dalam hal medis, padahal Billy tidak pernah mempelajari soal-soal medis. Menariknya, Arthur ternyata lancar berbahasa Arab. Bahasa ini juga tidak pernah dipelajari oleh Billy. Identitas lain bernama Ragen bisa berbicara dalam bahasa Serbia Kroasia. Billy juga tidak pernah mempelajari bahasa ini. Bagaimana Billy bisa berbicara dalam semua bahasa itu jika ia tidak pernah mempelajarinya? Misteri ini belum terpecahkan hingga hari ini. Kecuali tentu saja kalau kita menganggap Billy hanya mengalami kasus kerasukan setan dan tidak menderita DID. Sumber Wikipedia, Kompasiana, Medicinet

Kamis, April 23, 2015

What Makes a Great Manager? Top 5 Qualities Stuart Holton Director at Holton Satchwell Ltd
Truly excellent managers are few and far between. In fact, even good managers are something of a rare entity. Too often, management skills are discussed in a generalised way. How often have the abilities of ‘being a good leader’ or ‘creating a positive work environment’ been cited as measures of success? These sweeping statements do little to guide managers in the right direction. They need to be examined in close up to be truly understood, trailed and integrated into everyday routines. Don’t do anything I wouldn’t do All good managers must be prepared to lead by example. This does not mean literally rolling your sleeves up to clean the toilets every morning (although if you want to do this, go right ahead). Rather more, it is a case of both modelling and establishing key values and ethics you wish your staff to demonstrate. You can take this even further; if you are asking your staff to work past their scheduled hours, make sure you are seen to do so too. It’s good to talk Without clear communication channels, successful management can’t take place. Communication with your team should be consistent. Language use needs to be specific and honest. Just as you need to create a regular way of communicating with your staff, they too need to know that you are available when they need you. In addition to making your employees feel involved, this also allows any issues that have the potential to grow into problems to be halted speedily and efficiently. Part of effective communication is opening yourself up to the prospect of feedback. A daunting proposition perhaps; but one that you will ultimately find rewarding. Find the time to consider how others view you, be open to constructive criticism and be reflective and realistic in your approach to improvement. Don’t dictate, delegate Your staff should also become accustomed to welcoming feedback. The nature and tone of this feedback, as decided by you, can make or break a team. Studies show that receiving positive praise from the boss makes a huge impact in terms of motivation. Therefore, even when things go wrong or mistakes have been made, try to resist the temptation of making an example of an employee in front of everyone. You may be thinking how impressively powerful this will make you look. You would be wrong. No one wants to work for a bully. In tandem with positive praise, careful delegation can motivate workers. Assigning tasks to the relevant persons shows awareness on your behalf of their skills and passions. It can also go some way to lightening your workload, as long as you remember who is doing what! Do make it personal Most people will remember that one teacher at school who could never be bothered to learn your name. Years of being referred to as ‘brown hair’, ‘blue bag’ or just plain old simple ‘you’ can take it out of you. Treating your team as individuals as opposed to one homogenous group of workers is important in creating a purposeful work environment. Learn your staff members’ names, show an interest in them professionally and personally and allow them to see something of your character away from being ‘the boss’. Yet, be aware of crossing the line. Turning up uninvited to your secretary’s house at 2 in the morning is probably pushing it. Make the job your own It is possible to be made management at any stage in your career. Yet whether you are an enthusiastic graduate or you have years of experience behind you, making your mark is a must. The phrase, ‘stamping your authority’ seems too harsh, too dictatorial and too at odds with what has been advised previously and yet, in essence, it is what you should do. Rocking the boat is not what is in order. You will possibly be constrained by corporate guidelines to some extent, but there may be little things you can introduce. Perhaps make a promise to limit unnecessarily drawn out, after work meetings or consider giving ambitious members of your staff the opportunity to lead sections of these meetings? Whatever you do, be assertive and follow things through. Workers are far more likely to deliver maximum effort for a manager they see as confident, capable and strong. Making the job your own is not advice reserved solely for those new to management. Stagnation is a palpable danger for experienced managers, perhaps those who are too comfortable in their position and it must be avoided at all costs. Be wary of looking to history to guide you in the right management direction. The great leaders of old had access to some ‘qualities’ avoided here: namely torture, banishment and execution. Hardly options available to managers today! Perhaps the key to true success as a manager is to find your own niche. These general qualities need to be embedded into your management style in a fluent and effortless way. Also, be flexible. The world of business is ever changing and you must be too.